Sabtu, 06 Desember 2008

Menelusuri Desa Ballasuka

Potret Kehidupan Komunitas Terisolir Eks Kusta Tiga Kabupaten

Terkucil dan terusir sudah menjadi bagian hidup masyarakat mantan penderita kusta yang bermukim di Desa Ballasuka Kecamatan Tombolopao Kabupaten Gowa. Meski demikian, mereka tetap berjuang agar dapat diterima dalam komunitas masyarakat sebagaimana lazimnya.

Menelusuri Desa Ballasuka semua tampak biasa. Matahari pagi yang hangat. Aliran sungai Mamingka dan Balongloe yang jernih mengalir, mempertegas ciri khas sebuah perkampungan yang masih perawan. Hanya saja, yang tidak biasa ketika kita mulai memasuki lebih dalam desa yang berjarak 130 km dari Sungguminasa ini. Sekitar 64 keluarga membentuk sebuah komunitas yang hidup terisolir dari masyarakat desa lainnya. Mereka adalah komunitas eks penyandang kusta.

Seperti daerah terisolir lainnya, untuk mencapai daerah ini tidaklah mudah. Selain jarak tempuh yang jauh dari Sungguminasa Ibu kota Kab Gowa itu, kondisi jalan pun rusak parah. Akibatnya, daerah ini belum terjangkau transportasi umum. Ditambah penerangan yang belum ada, menyebabkan semakin tertutuplah berbagai akses ke komunitas mereka.

Dari penuturan Muh Duppa sang kepala suku, dulu sebelum perkampungan itu terbentuk, warganya hidup berpencar di sepanjang bantaran sungai selama sembilan tahun tanpa dukungan sandang, pangan apalagi papan yang memadai. Sampai akhirnya di tahun 1985, 38 orang pegawai Dinas kesehatan menemukan mereka. "Akhirnya yang terpencar ini saya kumpulkan dan membentuk kampung yang kami diami saat ini,"ungkap Muh Duppa.

Dia mengatakan, keberadaan kaumnya disini karena dua alasan. Ada dengan inisiatif sendiri malu terhadap keluarga, ada pula karena terbuang dari keluarga karena malu atas keberadaan mereka. Daerah yang merupakan wilayah perbatasan Sinjai-Bone-dan Gowa akhirnya menjadi tempat berkumpul yang nyaman bagi penderita penyakit serupa dari tiga kabupaten itu.

Meski telah tersentuh medis, tidak lantas komunitas mereka bisa diterima begitu saja. Sangat sulit meyakinkan masyarakat. Padahal komunitas ini sudah sembuh dan tetap menjalani pengobatan sebulan sekali untuk mencegah kembalinya penyakit itu.

Tanggapan jijik dari masyarakat selalu saja ada. Karena itupula kadang hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan dan menghasilkan uang sepeserpun. Karenanya kenang Dg Duppa, pernah disuatu ketika karena sudah mendesak, mereka terpaksa mencuri di kebun ketela masyarakat untuk menghindari mati kelaparan.

Saat ini, dengan bantuan rumah panggung dari Jepang kehidupan di perkampungan Ballasuka memang jauh lebih baik dari awal terbentuknya. Apalagi dengan penerimaan beberapa orang masyarakat sekitar yang akhirnya menjadi penolong memasarkan hasil bumi dan peternakan seperti sayur-mayur dan telur untuk dijual di pasar tradisional Malino di Kanreapia.

Dari hasil penjualan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka menyisihkan sedikit untuk transportasi pengobatan ke Sungguminasa. Maklum saja, obat untuk komunitas ini hanya tersedia di RSUD Syekh Yusuf.

"Uang itu hanya untuk beli beras. Tapi tetap bersyukur. Kalau kami yang bawa pasti tidak laku. Nah, sisanya kami tabung sedikit-sedikit buat ongkos ke kota yang mahal, Rp150 ribu pulang pergi,"singkatnya.
Sementara itu Bakohumas Dinas Sosial Gowa mengatakan, bahwa komunitas eks kusta di Ballasuka masuk dalam 27 kategori penyandang masalah sosial. Hanya sampai saat ini anggaran rutin untuk mereka tidak tersedia dalam APBD. Komunitas-komunitas seperti ini juga belum tercover secara khusus dalam bantuan provinsi.

"Ada beberapa komunitas seperti itu. Kita berharap semua dapat terdata dan bisa terbantu supaya bisa mendapat tempat yang lebih layak dalam kehidupan bermasyarakat,"harapnya.(herni amir)

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com -Redesign by : ute - blognatugowa.blogspot.com