Sabtu, 06 Desember 2008

Cinta Yang Terhalang Di Kuba


Buku Kilometer 0,0,
Andi A Mallarangeng

Kadang politik memang kejam. Gara-gara politik, dua hati jadi terpisah. Masih ingat cerita tragedi tahun 50-an dan 60-an? Kalau tidak, tanyakan pada bapak-ibu, oom-tante atau kaek-nenek, dan Anda akan mendapat cerita menarik tentang cinta yang terhalang, karena calon mertua partainya berbeda. Zaman itu memang zaman yang berbeda. Politik adalah panglima. Karena itu, politik menentukan semua hal. Termasuk soal cinta.

Ini cerita yang mirip, walau tidak persis sama. Mirip, tentang tragedi cinta karena politik, tetapi berbeda, karena yang ini berkaitan dengan Gestapu dan Kuba.

Alkisah, tahun 1960, Widodo Sumardjo, insinyur muda lulusan UGM, mendapat beasiswa pemerintah Orde Lama untuk tugas belajar di Kuba. Lima tahun kemudian, ia lulus menjadi Doktor dalam bidang Metalurgi, dan siap-siap untuk kembali ke tanah air. Sang kekasih, Widari Suwahjo, putri seorang direktur Perusahaan Garam Soda Negeri, waktu itu tinggal di Kebayoran, Jakarta Selatan, sudah menunggu di tanah air. Mereka sudah berjanji memadu kasih ke pelaminan setibanya di tanah air.

Tiba-tiba G30S terjadi. Politik gonjang-ganjing. Orde Lama tumbang, Orde Baru naik. Dan Widodo tak bisa pulang. Salahnya? Sekolah di negara seperti Kuba. Waktu itu, ada banyak orang seperti Widodo, terdampar di negeri orang, tak bisa pulang ke Indonesia, karena mereka belajar di negeri yang salah.

Tapi widodo punya kekasih yang menunggu di tanah air. Celakanya, paspor Orde Lama tak lagi berlaku dan paspor Orde Baru tak bisa keluar. Sementara itu, paspor Kuba pun tak bisa didapat. Widodo terdampar di negeri orang, seperti orang yang tak punya negara, stateless. Widodo berusaha terus untuk kembali ke tanah air. Tetapi usaha tak membuahkan hasil. Bahkan komunikasi dengan tanah air pun terputus. Bagaimana dengan Widari? Apakah dia tetap menunggu? Tak pernah ada jawaban. Sampai bertahun-tahun.

Tahun 2004, empat puluh empat tahun kemudian, presiden baru dilantik. Reformasi sudah berjalan enam tahun. Widodo sudah berumur hampir 70 tahun. Sudah waktunya penantian Widodo berakhir. Sebelum ajal mengakhirinya.

Presiden SBY telah menginstruksikan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk segera mengevaluasi aturan hukum kita sehingga anak-anak Indonesia seperti Widodo segera bisa mendapat paspor Indonesia. Mereka adalah warga negara Indonesia yang selama ini stateless karena perubahan politik. Sudah waktunya mereka bisa pulang ke tanah air, dengan Paspor Republik Indonesia, karena mereka memang warga negara Indonesia.

Ketika menghadiri KTT Non Blok di Kuba seperti biasa, Presiden SBY bertemu muka dengan masyarakat Indonesia yang berada di Kuba. Saya duduk satu meja dengan Widodo, dan bertanya bagaimana ceritanya bisa sampai di Kuba. Dan ceritanya mengalir tentang Widari yang dulu menunggunya. Ia tak tahu apakah Widari masih menunggu, sudah tiada, atau sudah menjadi nenek dengan banyak cucu.

Saya pun bertanya, jika sepulang di Jakarta saya bisa menemukan Widari, apa pesan yang harus saya sampaikan? Widodo menjawab lirih, "Sampaikan salam saya, dan katakan padanya, saya masih setia".

Semoga kisah Widodo dan Widari adalah kisah terakhir tentang cinta yang terhalang politik. Anda punya informasi tentang Widari? Silahkan kirim ke redaksi@istanapresiden.go.id.

25 September 2006


Saat peluncuran buku-nya, tulisan diatas dibaca mengesankan oleh fauziah erwin. Ok'snya lagi, aku dapat gratisannya.
sayang ya.. acara peluncuran buku seperti itu masih jarang. Lebih sayang lagi bagi-bagi buku gratis-nya jauhlebihjarang (he..he..ngarep)

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com -Redesign by : ute - blognatugowa.blogspot.com