Selasa, 27 Maret 2012

Menyelami Budaya Kajang lewat Film

PEMUTARAN FILM DOKUMENTER PASANG RI KAJANG - Menyelami Budaya Kajang lewat Film

Monday, 20 February 2012
Dunia dan peradaban manusia boleh terus berubah.Namun kearifan nilai tradisi lokal yang diwariskan nenek moyang tidak mesti dilupakan.Bahkan, nilai tradisi tersebut terus dihidupi untuk menciptakan keseimbangan kehidupan.


Prinsip luhur kehidupan ini dianut oleh komunitas Kajang yang berdiam salah satu kawasan di wilayah Kabupaten Bulukumba. Kearifan budaya dan keunikan warga Kajang sudah dikenal luas hingga mancanegara.Salah pesan dari para leluhur komunitas Kajang adalah bagaimana manusia harus hidup berdampingan dengan alam sekitar.Hidup dengan bekerja keras dan menjaga harmonisasi dengan alam adalah salah satu ciri utama warga Kajang.

Kesederhanaan warga Kajang inilah yang direkam oleh mahasiswa ilmu Komunikasi Unhas melalui film dokumenter Pasang ri Kajang yang diputar di BaKTI,Jalan Dr Soetomo, Makassar,Jumat (17/2) malam. Melalui dokumenter berdurasi 36 menit ini, penonton bisa melihat dari dekat bagaimana warga Kajang melakukan aktivitas sehari-hari penuh dengan kearifan dan kesederhanaan.

Tak ada yang berlebihan. Semuanya dibuat sesuai dengan kebutuhan.Sehingga, segala sesuatu yang mencakup kehidupan sekitarnya,baik makanan,pakaian,kebun, sawah,maupun hal-hal yang berkaitan dengan rumah mereka semuanya serba sederhana.Tidak ada sesuatu pun yang berlebihan termasuk dalam pemanfaatan sumber daya alam. Pasang (pesan) inilah yang secara turun temurun dipegang oleh komunitas Kajang.

Bagi orang Kajang, dunia tempat berpijak hanyalah persinggahan menuju akhirat yang kekal. Untuk mencapai kekekalan itu hanya bisa dilakukan jika mereka menerapkan pola sederhana (tallasa kamasemase). Kesederhanaan lain dari suku ini tergambar secara simbolis melalui pakaian warna hitam yang dikenakan. Warna ini dimaksudkan agar dalam kehidupan manusia selalu mengingat kematian. “Hitam dilambangkan lahir dalam keadaan gelap dan meninggal dalam keadaan gelap,”ungkap Ilham Nur Bardiansyah,sutradara Pasang ri Kajang.

Menurut Ilham,film itu mencoba bertutur banyak tentang bagaimana warga Kajang hidup bermartabat dengan menjalin keselarasan dengan alam dan sesama manusia. Makadalam dokumenter ini,Ilham banyak menyuguhkan ritual-ritual suku Kajang yang mendukung pola komunitas ini. Sebut saja ritual andingingi yang bertujuan memberikan ketenangan dan terhindar dari hawa nafsu yang menyesatkan.

Atau, bagaimana masyarakat Kajang mengormati alam dengan menerapkan aturan pokok tak bisa menebang pohon di hutan,menebagng rotan,menangkap udang,dan membakar lebah. Bagi yang menebang satu pohon,maka wajib hukumnya untuk mengganti dengan tiga pohon. Bagi yang melanggar akan didenda Rp8 juta dan jika tidak mengakui kesalahan maka dilakukan ritual adat sehingga perut si bersalah akan membusuk yang membuat yang bersangkutan tak dapat mengelak lagi.

Menurut Ilham,Pasang ri Kajang memang film yang memuat pesan maupun wasiat turun temurun,aturan tidak tertulis yang mencakup keyakinan,aturan masyarakat, hingga ritual adat.Warga Kajang yakin bahwa asal-usul kehidupan dimulai di tanah yang mereka tinggali,yaitu possi tana (pusat bumi). Mereka berupaya mempertahankan budaya dengan resistensi mitologi.

Menurut Ilham,tema ini sengaja diangkat agar masyarakat luar kajang dapat mengetahui secara jelas dan tidak menganggap tabu sebuah budaya. Selama ini,kata dia, masyarakat cenderung skeptis terhadap suku asli Tana Toa tersebut. Kajang yang dikenal dengan komunitas Ammatoanya dianggap tertutup. Padahal jika mengenal lebih dalam,sesungguhnya Kajang adalah suku yang terbuka, ramah,dan bersahaja.

Sehingga siapapun dan dari mana pun yang tertarik,dapat berkunjung dan mempelajari budaya mereka. “Bisa dikatakan film ini menggambarkan budaya masyarakat kajang secara holistic atau menyeluruh, memaparkan budaya,tradisi lisan,hingga resistensi mitologi masyarakat Kajang,” ungkapnya. ● HERNI AMIR Makassar

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com -Redesign by : ute - blognatugowa.blogspot.com