Kamis, 28 Januari 2010

SURAT DARI IBU UNTUKMU

Untuk anakku tersayang.

Maafkan ibumu, Anakku.

Pada bulan keempat usia kandungan seorang ibu adalah saat yang mendebarkan. Karena saat itu adalah saat yang istimewa. Allah membuat sebuah perjanjian denganmu.

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami sedang lengah terhadap ini,” atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan yang (datang) setelah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang (dahulu) yang sesat?” (al-A’raaf: 172-172)

Anakku ....

Pada saat kamu membuat perjanjian dengan Tuhanmu hati Ibu tidak bergidik sedikit pun. Tahu kenapa, Anakku? Karena Ibu belum tahu ayat-ayat Allah. Saat itu sholatpun Ibu baru belajar. Baru sekarang saat Ibu merenung, Ibu merasa bersalah dan berdosa. Kenapa pada saat usiamu yang masih dini, empat bulan di dalam rahim Ibu, saat kamu membuat perjanjian dengan Tuhanmu, Ibu tidak bisa ikut mendoakan dan membisikimu dengan ayat-ayat Allah.

Anakku ....

Bukankah anak yang dilahirkan itu bersama kefitrahannya. Dan apakah kamu menjadi anak seperti yang sekarang ini karena kesalahan orangtuamu, terutama ibumu ini?

Anakku ....

Inilah amanat yang paling berat. Sebenarnya kamu adalah calon manusia yang berhak mendapatkan pendidikan agama yang baik dan benar. Dan kamu adalah calon manusia yang berhak mengetahui kebenaran yang hakiki dari Allah. Anakku, tapi ibumu ini tidak mampu memberinya. Karena saat itu ibumu masih belajar beragama yang benar.

Anakku ...

Oleh karena itu, maafkanlah Ibu karena Ibu tidak bisa menyampaikan betapa agungnya arti sebuah kebenaran dan keimanan. Sebagaimana kebijaksanaan Lukman al-Hakim dalam mengajar anaknya. Maafkanlah ibumu jika dengan segala keterbatasan ilmu yang Ibu miliki tidak cukup untuk mengajarimu tentang ketangguhan iman dan keteguhan hati sebagaimana Fatimah al-Zahra mengajari anaknya.

Anakku ....

Maafkanlah ibumu ini, karena saat itu Ibu baru belajar menjadi seorang Ibu, dan juga sekaligus belajar menjadi seorang muslimah. Dan yang terpenting belajar menjadi hamba Allah yang baik. Sebagai Ibu, tidak banyak ilmu yang Ibu miliki, Ibu sangat menyadari itu. Sekedar ilmu fiqh tentang najis pada bayi saja Ibu tidak tahu. Ibu baru tahu satu hal, yaitu membaca basmalah saat hendak menyusuimu.

Anakku ....

Maafkanlah ibumu jika kamu jadi seperti sekarang ini. Tidak salah kalau kadang-kadang kamu melalaikan sholat. Tidak salah kalau kamu kadang-kadang tidak berpuasa dengan baik. Dan tidak salah kalau kamu tidak taat dan hormat pada Ibu.

Anakku ....

Maafkanlah Ibu yang telah melahirkanmu. Setiap kita, manusia memang tidak bisa memilih di rahim siapa akan dilahirkan. Mungkin, kalau bisa memilih tidak akan ada yang mau dilahirkan oleh seorang perempuan seperti ibumu ini. Anakku, kita tidak tahu akan terlahir dari perempuan sholehah seperti Maryam atau dari seorang perempuan yang nista sekalipun. Karena dari rahim siapa pun kita dilahirkan, Allah telah meletakkan fungsi fitrah itu secara sama.

Anakku ....

Oleh karena itu, semoga kamu tidak berkecil hati, tidak lemah keteguhan hati, tidak dangkal keimanannya kepada Allah, tetap cinta kepada Allah. Dan Ibu juga sangat berharap kamu tidak menyesal lahir dari perempuan seperti ibumu ini. Seorang Ibu yang dengan segala keterbatasannya dan tidak banyak mengajarimu ilmu. Maafkan Ibu, Anakku .....

Template by : kendhin x-template.blogspot.com -Redesign by : ute - blognatugowa.blogspot.com